RADIKAL(IS)ME

Draft ini sudah ada sejak tahun kemarin, isinya judul dan foto doang, apa daya ternyata mangkrak sampai hari ini. Awalnya akan diseting sebagai dokumentasi acara kemenag dengan tema, “ penguatan kompetensi penceramah agama tingkat Jawa Barat.” Tapi entah, bahkan memori tentang rentetan acari ini tinggal remah-remahnya saja.

Ada lebih dari 10 ormas yang diundang di sana, beberapa nama ormas familiar di telinga saya, beberapa lainnya baru saya dengar di sana. Bukan karena tidak terkenal, karena saya saja yang mainnya kurang jauh. NU dan Muhammadiyah sudah barang tentu ada, peserta dari 2 ormas ini yang paling banyak delegasinya, mungkin karena masa mereka juga paling banyak di negara kita.

Saya sendiri jadi satu dari 8 delegasi Dewan Dakwah jawa barat. Saya bukan penceramah, karena ada ‘ramah’ di kata ‘penceramah’ sementar saya mah kurang ramah. Haihh~

Bukan gitu, maksudnya saya sebagai ‘pemain pengganti’ di acara itu, bukan karena saya penceramah. Seharusnya ketua DDII Purwakarta yang berangkat, tapi karena satu dan lain hal akhirnya mendelegasikan ke saya. Jadi saya adalah delegasi dari delegasinya DDII Purwakarta. Paham tak? Tidak penting sih~

Okay, usut punya usut ternyata acara Kemenag ini idenya sudah bergulir lama, jika ditarik ke belakang ternyata perpanjangan tangan dari isu sertifikasi da’i. Maka sebetulnya acara ini ditentang keras oleh MUI pusat. Tapi nyatanya tembus juga di tingkat provinsi dan didukung MUI-nya. sepertinya tidak ada keharmonisan antara pusat dan Provinsi. Entahlah~

Acara dimulai dan ternyata benar, ini terkait isu sertifikasi da’i tampo lalu, terkonfirmasi dari rentetan acara dan test yang mereka lakukan pada peserta. Ada dua test; pra test dan pasca test, isinya berupa beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dan nantinya hasil dari test ini dijadikan sebagai nilai untuk sertifikasi. Makanya pulang ke rumah auto di-cie-in. Ciee, udah jadi da’i bersertifikat niye~

Jauh-jauh hari sebelum acara ini berlangsung, selagi isu sertifikasi da’i bergulir jadi bola panas, ketua kami di DDII Jabar beri komentar, “ya boleh saja da’i disertifikasi, tapi selanjutnya silahkan da’i diberi gaji juga seperti PNS. Kalau sertifikasi aja ya buat apa?” Okey, masuk sih pak. Mantapp

Salah satu sesi seminar di acara ini menghadirkan pembicara dari BNPT, namanya saya lupa. Tapi materinya saya ingat, tema yang beliau angkat, “upaya penanggulangan radikalisme dan terorisme di Jawa Barat, sinergi pemerintah dan tokoh agama”

Sedari awal pemateri bersikap defensif. Di awal pemaparan beliau disclaimer bahwa BNPT tidak pernah membidik agama manapun soal radikalisme dan terorisme, tapi sehubungan penelitian dan kajiannya di Indonesia, maka jadi hal lumrah jika ternyata pelakunya kebanyakan beragama islam karena penduduknya mayoritas muslim. Jika penelitian dan kajiannya di Amerika mungkin datanya jadi berbeda.

Beliau memaparkan data-data kekerasan dan radikalisme di jawa barat yang cukup tinggi, ini jadi PR pemerintah dan para tokoh agama, katanya. Tapi dari awal hingga akhir tidak ada sama sekali definisi tentang radikalisme itu sendiri. Piye~

Makanya pada sesi diskusi, senior kami dari DDII mengajukan satu pertanyaan menarik,

“Apa definisi radikalisme versi BNPT, karena sampai saat ini, yang saya tahu tidak ada hasil kajian ilmiah yang bisa dijadikan sebagai acuan mendefinisikan radikalisme. Karena secara bahasa radikal itu artinya mengakar. Seorang muslim memang harus radikal dalam keislamannya, artinya punya pemahaman yang mengakar. Jadi definisi BNPT soal radikalisme itu apa? Kalau dari awal saja definisinya tidak ada, bagaimana kita punya timbangan yang jelas soal mana yang radikal dan mana yang tidak. Jangan sampai isu radikalisme ini hanya dijadikan sebagai alat pemerintah untuk membungkam kelompok yang tidak sepaham”

Dan pertanyaanpun tidak dijawab. Piye meneh~

4 Replies to “RADIKAL(IS)ME”

  1. Haha,
    Harus belajar EYD lagi nih 😅

    Setelah program sertifikasi untuk para ustadz, tindak lanjut kedepannya apalagi? Apakah nanti itu dijadikan standar bagi seorang ustadz berbicara di mimbar?

    Suka

    1. Sekarang PUEBI, kak. Bukan EYD

      Wallahu’alam. Maunya husnudzan kedepannya ustadz-ustadz bersertifikat ini dapat gaji dan insentif dari pemerintah. Tapi husnudzan ternyata susah yak. Suee~
      🌝

      Suka

Tinggalkan komentar