Membenci

Siapa yang senang dengan aroma perang? Entahlah.

Perang selalu dekat dengan ketakutan, kehawatiran, rasa cemas, was-was, kehilangan, kematian. Perang selalu akrab dengan intrik, pengkhianatan, tipu daya dan muslihat. Aku kira itu cukup jadi alasan seseorang membenci peperangan bukan?

Meski demikian, nyatanya alur kehidupan kita bukan sekedar tentang senang dan benci, ada banyak hal yang kita benci justru malah terjadi, yang diharap-harap terjadi malah tidak terealisasi. Perang, masuk kategori yang pertama bukan?

“Diwajibkan atasmu berperang padahal hal itu suatu kebencian bagi kamu. Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal baik bagi kamu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal amat buruk bagi kamu. Dan Allah Maha mengetahui apa-apa yang baik bagimu sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-baqarah:216)

Siapa yang suka dengan atmosfir pertengkaran? Entahlah.

Pertengkaran selalu menyisakan ruang-ruang ketidak nyamanan dalam sebuah hubungan, meluapkan emosi, memicu kemarahan. Bahkan terkadang pertengkaran berujung pada perpisahan yang banyak memakan korban, atau dikorbankan. Saling melukai atau sama-sama terluka.

Pertengkaran memang menyebalkan. Cukup menyebalkan untuk layak dibenci bukan?

Tapi lagi-lagi, alur hidup bukan sekedar tentang benci dan suka, ada variabel-variabel lain yang tidak bisa dilepaskan, ada realitas-realitas yang terjadi di luar kehendak kita.

“Jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal Allah jadikan padanya kebaikan yang amat banyak.” (An-nisa:19)

Maka jika ditanya apa yang lebih besar dari sekedar urusan cinta dan benci, atau suka dan jijik, itulah baik dan buruk.

Kita benci perang, tapi beberapa perang Allah jadikan sebagai jalan kemuliaan islam; sebuah kebaikan. Itu pesan dari ayat pertama bukan?

Kita benci perbedaan, tapi bertahan dalam bingkai pernikahan lebih menjaga kehormatan, atau bisa jadi Allah lahirkan dari rahimnya seorang anak soleh yang memuliakan kedua orang tuanya, dan juga agamanya. Ini bisa jadi opsi kebaikan di ayat kedua kan?

Bencilah hal apapun yang kamu benci, asal dalam batas kewajaran. Karena siapa tahu suatu saat nanti akumulasi dari segala rasa benci itu berubah menjadi rasa yang berbeda. Siapa tahu di balik kebencian-kebencian itu tersembunyi hikmah kebaikan. Siapa tahu kan?

***

Aku benci kita yang semakin berjarak. Tapi, katanya jarak itu baik untuk menggenapkan rindu. Jeda itu penting agar kita lebih bisa menghargai sebuah hubungan.

Dan aku, (masih) menitipkan sebagian harapku padamu yang juga kuharap menjadi sumber kebaikanku di masa depan.

10 Replies to “Membenci”

  1. Ew ew ew… Yang terakhir itu. Uwuwuwuw 😊
    Dulu aku juga benci, benci karena tidak di perhatikan, namun sekarang setelah menikah, dia yang cari cari perhatian, wkwkwkw….

    Suka

    1. Hehe, iya. Aura kebencian menyeruak dimana-mana. Mudah2an ada kebaikan yg ditemukan oleh masing2 kubu.

      Kali jodohnya ketemu pas dinamika ini. Panggilan sayang mereka: kam*ret – ceb*ng. Hehe~

      Suka

  2. “Aku benci kita yang semakin berjarak. Tapi, katanya jarak itu baik untuk menggenapkan rindu. Jeda itu penting agar kita lebih bisa menghargai sebuah hubungan.

    Dan aku, (masih) menitipkan sebagian harapku padamu yang juga kuharap menjadi sumber kebaikanku di masa depan.”

    ~el ghiyats~

    Suka

Tinggalkan komentar