SETRIKA LEGENDARIS

Tanpa sengaja saya menemukan foto ini di beranda facebook. Seorang teman membagikannya. Seketika pikiran saya surut ke belakang, menyusuri lorong-lorong waktu, menelusuri serpihan demi serpihan ingatan di masa lalu.

Putih-abu, itu warna seragam kami. Tidak, saya bukan siswa SMA, saya masih SMP ketika itu, hanya saja memang seragam kami berwarna putih-abu. Apa pasalnya? Tidak tahulah saya, itu kebijakan pesantren.

Saya ‘dibuang’ ke pesantren selepas lulus dari SD. Bisa dibilang masih bocah ingusan, meski secara teknis sampai SMA, sampai kuliah, dan sampai sekarang ya saya masih ingusan. Maksudnya betapa saya yang biasanya baju tinggal pake, kotor tinggal ganti, bau tinggal lepas, masuk pesantren perlu membiasakan diri mandiri. Termasuk melicin baju sendiri, iya dengan setrika legendaris ini.

Perlu keterampilan khusus untuk memakai setrika ini, terlalu panas akan membuat baju meleleh terbakar, kurang panas tidak akan membuat baju jadi rapi. Ya setrika listrik juga begitu sih ya.

Tapi mengoperasikan setrika listrik sangat praktis. Tinggal colok dan klik, setrika otomatis menyala dengan kadar panas yang bisa anda atur sesuai kebutuhan berdasarkan jenis kain yang disetrika.

Bandingkan dengan setrika legendaris kami, untuk mulai mengoperasikannya anda perlu membakar arang agar jadi bara. Anda pikir membakar arang mudah? Ha, tidak semudah itu, Bambank. Hampir dipastikan semua santri baru belum bisa melakukannya.

Di awal mungkin anda perlu bantuan minyak tanah, dengan resiko kadang bau minyak tanah masih melekat dan berpindah ke pakaian yang disetrika.

Setidaknya perlu satu tahun latihan, dan satu tahun pendalaman supaya punya keterampilan mengubah arang jadi bara dengan modal pentol korek dan beberapa lembar kertas saja. Ah, benar juga, practice makes everything perfect bukan?

Lalu panas setrika akan menyusut berkurang seiring bara yang berubah jadi abu. Atau kadang bara padam dalam rentang waktu tertentu, jadi perlu terus di-upgrade dengan sesekali meniupnya.

Santri noob akan meniup dengan bibirnya, lalu abu berhambur menyembur muka. Pfftt. Bisa juga pakai sobekan kardus atau buku bekas untuk media kipas-kipas ala-ala kang sate.

Tapi metode paling cepat dan efektif adalah yang ketiga. Anda lihat struktur setrika di gambar? Ada 3 lubang di kanan – kirinya. Nah setrika dipegang dalam posisi menyamping, lalu diayun ke depan dan belakang, sehingga angin bisa masuk dari celah-celah itu dan keluar melewati celah lainnya.

Dengan demikian, bara bisa kembali menyala dan membara, kadang sampai tampak jilatan-jilatan api dari lubang-lubang tersebut. Epik~

Tentu saja ada aturan yang perlu diindahkan saat melakukan ayunan ini, di antaranya; ayunan harus dilakukan secara lembut dan natural, jangan tergesa dan kaku, jangan lebay; billuthfi fil-ayuni bila ta’assufi. Aihh, maksa sekali. Kemiringannya juga jangan sampai melebihi 45 derajat, lebih dari itu beresiko tinggi, hanya bisa dilakukan oleh kalangan profesional.

Merasa diri sudah pro, saya pernah sedikit jumawa dan bermanufer memutarnya 360 derajat, keren. Anda tahu apa yang terjadi kemudian?

Setrika yang dahulu kami pakai sudah cukup berumur, bagian penguncinya sudah terlepas dan hilang, sebagai gantinya kami gunakan paku dililit kertas agar tidak longgar. Nah, rupanya paku penguncinya tidak rapat, lalu terlepas, lalu… bruarr arang-arang bertebaran. Sedih sekali rasanya, padahal bel upacara tinggal beberapa menit lagi.

Itulah mengapa seseorang perlu banyak bercermin agar bisa lebih pandai menakar diri~

Saat proses melicin juga ada dramanya tersendiri, bagi anda yang terbiasa melicin dengan seterika listrik di atas alas sejadah tentu terbiasa memposisikan setrika berdiri saat kedua tangan mengatur baju yang tengah disetrika.

Kadang santri noob yang belum move on dari setrika listrik masih terbawa kebiasaan ini, dia berdirikan setrika legendaris ini dan tentu saja anda bisa menebak apa yang terjadi berikutnya; abu berhamburan, beberapa bara kecil juga turut loncat keluar.

Baju seragam putih ternoda bahkan sebelum dipakai, kadang bara turut memberi tanda di pakaian, meninggalkan ventilasi dadakan agar pemakainnya tidak kekurangan udara. Sedih sekali rasanya~

Anda punya pengalaman pakai setrika legendaris macam ini?

7 Replies to “SETRIKA LEGENDARIS”

Tinggalkan Balasan ke eL Batalkan balasan